Rabu, 23 Mei 2012

Hargailah Diri Sendiri

Jangan pernah meremehkan dirimu. Tuhan memberikanmu hidup bukan krn kamu membutuhkannya, tapi krn orang-orang membutuhkanmu. Jangan hiraukan mereka yang menjelekkan dirimu. Siapa dirimu hanya kamu yang tau, hanya kamu yang menentukan, bukan mereka! Menjadi yang “TERBAIK” lebih penting drpd menjadi yang “PERTAMA”. Jangan terlalu tergantung pada org lain, kamu lebih kuat d...ari yang kamu pikirkan, hanya terkadang kamu tidak mempercayainya.. Jangan tangisi : orang yang telah mengkhianatimu. Bersyukurlah, krn Tuhan telah menunjukkan bahwa dia bukan orang yang tepat bagimu. Jangan buang energimu utk membalas, hukum alam lebih mengerikan. Jangan lari dari masalah, mereka akan selalu menghampirimu. Yang hrs kamu lakukan adalah: pelajari cara mengatasinya. Jangan remehkan dirimu sendiri. Kamu terlahir dengan banyak talenta, Manfaatkanlah. Mereka adalah jembatan menuju kebahagiaanmu. Sesuatu yang dimulai dgn kebaikan akan menghasilkan kebaikan. Namun jika hasilnya belum baik, maka itu bukanlah akhir. Rasa iri merugikanmu. Luangkan waktu untuk bersyukur atas segala hal yang kamu miliki. Kamu terbaik dgn caramu sendiri. Hidup selalu punya banyak hal untuk membuatmu jatuh. Namun, apa yg benar2 bisa membuatmu jatuh adalah sikapmu sendiri. Jangan pernah berpikir kamu bukan siapa2, krn kamu tak pernah tau bahwa "ada seseorang yg berpikir kamu adalah segala-nya" Jangan pikirkan mereka yang membencimu, krn mereka hanya iri atas pribadimu yg lebih baik. Abaikan mereka & teruslah melangkah. Saya tidak bangga karena kesalahan saya. Tapi saya bangga karena saya dpt belajar dari kesalahan saya. Semua orang punya kelebihan & kekurangan, tapi jika kitaa tidak bisa menerima kekurangan kitaa, berarti kitaa tidak menghargai diri sendiri..

Istri Harus Taat Suami atau Orang Tua?

REPUBLIKA.CO.ID, Suatu saat, dalam sebuah riwayat dari Anas bin Malik RA dikisahkan—sebagian ahli hadis menyebut sanadnya lemah—, tatkala sahabat bepergian untuk berjihad, ia meminta istrinya agar tidak keluar rumah sampai ia pulang dari misi suci itu. Di saat bersamaan, ayahanda istri sedang sakit. Lantaran telah berjanji taat kepada titah suami, istri ti...dak berani menjenguk ayahnya. Merasa memiliki beban moral kepada orang tua, ia pun mengutus seseorang untuk menanyakan hal itu kepada Rasulullah. Beliau menjawab, “Taatilah suami kamu!” Sampai sang ayah menemui ajalnya dan dimakamkan, ia juga belum berani berkunjung. Untuk kali kedua, ia menanyakan perihal kondisinya itu kepada Nabi SAW. Jawaban yang sama ia peroleh dari Rasulullah, “Taatilah suami kamu!” Selang berapa lama, Rasulullah mengutus utusan kepada sang istri tersebut agar memberitahukan Allah telah mengampuni dosa ayahnya berkat ketaatannya pada suami. Kisah yang dinukil oleh At-Thabrani dan divonis lemah itu, setidaknya menggambarkan tentang bagaimana seorang istri bersikap. Manakah hak yang lebih didahulukan antara hak orang tua dan hak suami, tatkala perempuan sudah menikah. Bagi pasangan suami istri, ‘dialektika’ kedua hak itu kerap memicu kebingungan dan dilema. Syekh Kamil Muhammad Uwaidah dalam Al-Jami’ fi Fiqh An-Nisaa’ mengatakan seorang perempuan, sebagaimana laki-laki, mempunyai kewajiban sama berbakti terhadap orang tua. Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA menguatkan hal itu. Penghormatan terhadap ibu dan ayah sangat ditekankan oleh Rasulullah. Mengomentari hadis itu, Imam Nawawi mengatakan hadis yang disepakati kesahihannya itu memerintahkan agar senantiasa berbuat baik kepada kaum kerabat. Dan yang paling berhak mendapatkannya adalah ibu, lalu bapak. Kemudian disusul kerabat lainnya. Namun, menurut Syekh Yusuf Al-Qardhawi dalam kumpulan fatwanya yang terangkum dalam Fatawa Mu’ashirah bahwa memang benar, taat kepada orang tua bagi seorang perempuan hukumnya wajib. Tetapi, kewajiban tersebut dibatasi selama yang bersangkutan belum menikah. Bila sudah berkeluarga, seorang istri diharuskan lebih mengutamakan taat kepada suami. Selama ketaatan itu masih berada di koridor syariat dan tak melanggar perintah agama. Oleh karena itu, lanjut Qardhawi, kedua orang tua tidak diperkenankan mengintervensi kehidupan rumah tangga putrinya. Termasuk memberikan perintah apa pun padanya. Bila hal itu terjadi, merupakan kesalahan besar. Pasca menikah, maka saat itu juga anaknya telah memasuki babak baru, bukan lagi di bawah tanggungan orang tua, melainkan menjadi tanggung jawab suami. Allah SWT berfirman, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita).” (QS. An-Nisaa’: 34). Meski demikian, kewajiban menaati suami bukan berarti harus memutus tali silaturahim kepada orang tua atau mendurhakai mereka. Seorang suami dituntut mampu menjaga hubungan baik antara istri dan keluarganya. Ikhtiar itu kini—dengan kemajuan teknologi—bisa diupayakan sangat mudah. Menyambung komunikasi dan hubungan istri dan keluarga bisa lewat telepon, misalnya. Al-Qardhawi menambahkan, di antara hikmah di balik kemandirian sebuah rumah tangga ialah meneruskan estafet garis keturunan. Artinya, keluarga dibentuk sebagai satu kesatuan yang utuh tanpa ada intervensi pihak luar. Bila selalu ada campur tangan, laju keluarga itu akan tersendat. Sekaligus menghubungkan dua keluarga besar dari ikatan pernikahan. Allah SWT berfirman, “Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa.” (QS. Al-Furqan: 54). Ia menyebutkan beberapa hadis lain yang menguatkan tentang pentingnya mendahulukan ketaatan istri kepada suami dibandingkan orang tua. Di antara hadis tersebut, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dan ditashih oleh Al-Bazzar. Konon, Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah, “Hak siapakah yang harus diutamakan oleh istri?” Rasulullah menjawab, “(hak) suaminya.” Lalu, Aisyah kembali bertanya, “Sedangkan bagi suami, hak siapakah yang lebih utama?” Beliau menjawab, “(hak) ibunya.” Bagikan tausiyah ini kepada teman-temanmu dengan meng-klik 'bagikan'/'share' dan undang temen2mu gabung dg klik ‘Invite Your Friends’